Friday, September 27, 2013

KONSEP CEMAS

PENGERTIAN KECEMASAN

Kecemasan adalah suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan dan tidak dapat dibenarkan yang sering disertai dengan gejala fisiologis (Tomb, 2000). Stuart (2001) mengatakan kecemasan adalah keadaan emosi yang tidak memiliki objek yang spesifik dan kondisi ini dialami secara subjektif. Cemas berbeda dengan rasa takut. Takut merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Cemas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut. Menurut Wignyosoebroto, 1981 dikutip oleh Purba, dkk. (2009), takut mempunyai sumber penyebab yang spesifik atau objektif yang dapat diidentifikasi secara nyata, sedangkan cemas sumber penyebabnya tidak dapat ditunjuk secara nyata dan jelas.
Cemas merupakan suatu keadaan yang wajar, karena seseorang pasti menginginkan segala sesuatu dalam kehidupannya dapat berjalan dengan lancar dan terhindar dari segala marabahaya atau kegagalan serta sesuai dengan harapannya. Banyak hal yang harus dicemaskan, salah satunya adalah kesehatan, yaitu pada saat dirawat di rumah sakit. Misalnya pada saat anak sakit dan harus dirawat di rumah sakit akan menimbulkan dampak bagi orang tua maupun anak tersebut. Hal yang paling umum yang dirasakan orang tua adalah kecemasan. Suatu hal yang normal, bahkan adaptif untuk sedikit cemas mengenai aspek-aspek kehidupan tersebut. Kecemasan merupakan suatu respons yang tepat terhadap
ancaman, tetapi kecemasan dapat menjadi abnormal bila tingkatannya tidak sesuai dengan proporsi ancaman (Nevid, et al., 2005).
TANDA DAN GEJALA KECEMASAN
Tanda dan gejala kecemasan yang ditunjukkan atau dikemukakan oleh seseorang bervariasi, tergantung dari beratnya atau tingkatan yang dirasakan oleh idividu tersebut (Hawari, 2004). Keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang saat mengalami kecemasan secara umum menurut Hawari (2004), antara lain adalah sebagai berikut:

1. Gejala psikologis : pernyataan cemas/ khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
2. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
3. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.
4. Gejala somatic : rasa sakit pada otot dan tulang, berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, sakit kepala, gangguan perkemihan, tangan terasa dingin dan lembab, dan lain sebagainya.

Menurut Stuart (2001) pada orang yang cemas akan muncul beberapa respon yang meliputi :
1. Respon fisiologis
a. Kardiovasklar : palpitasi, tekanan darah meningkat, tekanan darah menurun, denyut nadi menurun.
b. Pernafasan : nafas cepat dan pendek, nafas dangkal dan terengah-engah
c. Gastrointestinal : nafsu makan menurun, tidak nyaman pada perut, mual dan diare.
d. Neuromuskular : tremor, gugup, gelisah, insomnia dan pusing.
e. Traktus urinarius : sering berkemih.
f. Kulit : keringat dingin, gatal, wajah kemerahan.

2. Respon perilaku
Respon perilaku yang muncul adalah gelisah, tremor, ketegangan fisik, reaksi terkejut, gugup, bicara cepat, menghindar, kurang kooordinasi, menarik diri dari hubungan interpersonal dan melarikan diri dari masalah.

3. Respon kognitif
Respon kognitif yang muncul adalah perhatian terganggu, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, hambatan berfikir, kesadaran diri meningkat, tidak mampu berkonsentrasi, tidak mampu mengambil keputusan, menurunnya lapangan persepsi dan kreatifitas, bingung, takut, kehilangan kontrol, takut pada gambaran visual dan takut cedera atau kematian.

4. Respon afektif
Respon afektif yang sering muncul adalah mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, ketakutan, waspada, gugup, mati rasa, rasa bersalah dan malu.
TINGKAT KECEMASAN
1. Cemas Ringan
Cemas ringan merupakan cemas yang normal yang berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya, seperti melihat, mendengar dan gerakan menggenggam lebih kuat. Kecemasan tingkat ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.

2. Cemas Sedang
Cemas sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan hal yang lain, sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. Kecemasan ini mempersempit lapang presepsi individu, seperti penglihatan, pendengaran, dan gerakan menggenggam berkurang.

3. Cemas Berat
Cemas berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain.
4. Panik
Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Rincian terpecah dari proporsinya. Individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan hal itu dikarenakan individu tersebut mengalami kehilangan kendali, terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Panik melibatkan disorganisasi kepribadian. Individu yang mengalami panik juga tidak dapat berkomunikasi secara efektif. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan, dan jika berlangsung terus menerus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian.
Menurut Hawari (2004), tingkat kecemasan dapat diukur dengan menggunakan alat ukur (instrumen) yang dikenal dengan nama Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A), yang terdiri dari 14 kelompok gejala, antara lain adalah sebagai berikut :
1. Perasaan cemas : cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri dan mudah tersinggung.
2. Ketegangan : merasa tegang, lesu, tidak dapat beristirahat dengan tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar dan gelisah.
3. Ketakutan : pada gelap, pada orang asing, ditinggal sendiri, pada binatang besar, pada keramaian lalu lintas dan pada kerumunan orang banyak.
4. Gangguan tidur : sukar untuk tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi, mimpi buruk dan mimpi yang menakutkan.
5. Gangguan kecerdasan : sukar berkonsentrasi, daya ingat menurun dan daya ingat buruk.
6. Perasaan depresi (murung) : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobi, sedih, terbangun pada saat dini hari dan perasaan berubah-ubah sepanjang hari.
7. Gejala somatik/ fisik (otot) : sakit dan nyeri di otot, kaku, kedutan otot, gigi gemerutuk dan suara tidak stabil.
8. Gejala somatik/ fisik (sensorik) : tinnitus (telinga berdenging), penglihatan kabur, muka merah atau pucat, merasa lemas dan perasaan ditusuk-tusuk.
9. Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) : takikardi (denyut jantung cepat), berdebar-debar, nyeri di dada, denyut nadi mengeras, rasa lesu/ lemas seperti mau pingsan dan detak jantung menghilang/ berhenti sekejap.
10. Gejala respiratori (pernafasan) : rasa tertekan atau sepit di dada, rasa tercekik, sering menarik nafas dan nafas pendek/ sesak.
11. Gejala gastrointestinal (pencernaan) : sulit menelan, perut melilit, gangguan pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan terbakar di perut, rasa penuh atau kembung, mual, muntah, BAB konsistensinya lembek, sukar BAB (konstipasi) dan kehilangan berat badan.
12. Gejala urogenital (perkemihan dan kelamin) : sering buang air kecil, tidak dapat menahan BAK, tidak datang bulan (tidak dapat haid), darah haid berlebihan, darah haid sangat sedikit, masa haid berkepanjangan, masa
haid sangat pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, menjadi dingin (frigid, ejakulasi dini, ereksi melemah, ereksi hilang dan impotensi.
13. Gejala autonom : mulut kering, muka merah, mudah berkeringat, kepala pusing kepala terasa berat, kepala terasa sakit dan bulu-bulu berdiri.
14. Tingkah laku/ sikap : gelisah, tidak tenang, jari gemetar, kening/ dahi berkerut, wajah tegang, otot tegang/ mengeras, nafas pendek dan cepar serta wajah merah.

Masing-masing kelompok gejala diberi peilaian angka (score) antara 0-4, dengan penilaian sebagai berikut :
Nilai 0 = tidak ada gejala (keluhan)
Nilai 1 =gejala ringan
Nilai 2 = gejala sedang
Nilai 3 = gejala berat
Nilai 4 = gejala berat sekali/ panic
RENTANG RESPON KECEMASAN

Menurut Stuart (2001), rentang respon induvidu terhadap cemas berfluktuasi antara respon adaptif dan maladaptif. Rentang respon yang paling adaptif adalah antisipasi dimana individu siap siaga untuk beradaptasi dengan cemas yang mungkin muncul. Sedangkan rentang yang paling maladaptif adalah panik dimana individu sudah tidak mampu lagi berespon terhadap cemas yang dihadapi sehingga mengalami ganguan fisik dan psikososial.

Faktor Predisposisi

Penyebab kecemasan dapat dipahami melalui beberapa teori seperti yang dikemukakan oleh Laraia dan Stuart (1998).

1. Teori Psikoanalitik
Pandangan psikoanalitik menyatakan kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian, yaitu id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan, dan fungsi kecemasan adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.

2. Teori Interpersonal
Menurut pandangan interpersonal, kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kelemahan spesifik. Individu dengan harga diri rendah mudah mengalami perkembangan kecemasan yang berat.
Kecemasan yang berhubungan dengan ketakutan ini dapat terjadi pada orag tua atau dapat juga pada anak itu sendiri yang mengalami tindakan pemasangan infus. Tindakan pemasangan infus akan menimbulkan kecemasan
dan ketakutan serta rasa tidak nyaman bagi anak akibat nyeri yang dirasakan saat prosedur tersebut dilaksanakan. Keadaan tersebut dapat membuat orang tua cemas dan takut jika prosedur invasif pemasangan infus yang dilakukan akan memberikan efek yang membuat anak merasa semakin sakit atau nyeri (Sulistiyani, 2009).

3. Teori Perilaku

Menurut pandangan perilaku, kecemasan merupakan hasil dari frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Faktor tersebut bekerja menghambat usaha seseorang untuk memperoleh kepuasan dan kenyamanan.
Kecemasan dapat terjadi pada anak yang dirawat di rumah sakit dan dipasang infus akibat adanya hambatan untuk mencapai tujuan yang diinginkannya, seperti bermain dan berkumpul bersama keluarganya (Supartini, 2004).

4. Teori Keluarga
Teori keluarga menunjukkan bahwa kecemasan merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga. Kecemasan ini terkait dengan tugas perkembangan individu dalam keluarga. Anak yang akan dirawat di rumah sakit merasa tugas perkembangannya dalam keluarga akan terganggu sehingga dapat menimbulkan kecemasan.

5. Teori Biologis
Teori biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepin. Reseptor ini mungkin membantu mengatur kecemasan. Penghambat asam aminobutirik-gamma neuroregulator (GABA) juga mungkin memainkan peran utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan kecemasan.

Faktor Presipitasi
Stuart (2001) mengatakan bahwa faktor presipitasi/ stressor pencetus dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu :
1. Ancaman Terhadap Integritas Fisik

Ancaman terhadap integritas fisik seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Kejadian ini menyebabkan kecemasan dimana timbul akibat kekhawatiran terhadap tindakan pemasangan infus yang mempengaruhi integritas tubuh secara keseluruhan. Pada anak yang dirawat di rumah sakit timbul kecemasan karena ketidakmampuan fisiologis dan menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas sehari-hari, seperti bermain, belajar bagi anak usia sekolah, dan lain sebagainya.

2. Ancaman terhadap Rasa Aman

Ancaman ini terkait terhadap rasa aman yang dapat menyebabkan terjadinya kecemasan, seperti ancaman terhadap sistem diri seseorang yang dapat membahayakan identitas, harga diri dan fungsi sosial seseorang. Ancaman ini dapat terjadi pada anak yang akan yang akan dilakukan tindakan pemasangan infus dan bisa juga terjadi pada orang tua. Ancaman yang terjadi pada orang tua dapat disebabkan karena orang tua merasa bahwa anak mereka akan menerima
pengobatan yang membuat anak bertambah sakit atau nyeri. Orang tua cemas dan takut jika prosedur invasif pemasangan infus yang dilakukan akan memberikan efek yang membuat anak merasa semakin sakit atau nyeri (Sulistiyani, 2009). Sedangkan pada anak, tindakan pemasangan infus mengakibatkan nyeri yang dirasakan anak tersebut.


No comments:

Post a Comment