PENGERTIAN KECEMASAN
Kecemasan adalah suatu perasaan
takut yang tidak menyenangkan dan tidak dapat dibenarkan yang sering disertai
dengan gejala fisiologis (Tomb, 2000). Stuart (2001) mengatakan kecemasan
adalah keadaan emosi yang tidak memiliki objek yang spesifik dan kondisi ini
dialami secara subjektif. Cemas berbeda dengan rasa takut. Takut merupakan
penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Cemas adalah respon
emosional terhadap penilaian tersebut. Menurut Wignyosoebroto, 1981 dikutip
oleh Purba, dkk. (2009), takut mempunyai sumber penyebab yang spesifik atau
objektif yang dapat diidentifikasi secara nyata, sedangkan cemas sumber
penyebabnya tidak dapat ditunjuk secara nyata dan jelas.
Cemas merupakan suatu keadaan
yang wajar, karena seseorang pasti menginginkan segala sesuatu dalam
kehidupannya dapat berjalan dengan lancar dan terhindar dari segala marabahaya
atau kegagalan serta sesuai dengan harapannya. Banyak hal yang harus
dicemaskan, salah satunya adalah kesehatan, yaitu pada saat dirawat di rumah
sakit. Misalnya pada saat anak sakit dan harus dirawat di rumah sakit akan
menimbulkan dampak bagi orang tua maupun anak tersebut. Hal yang paling umum
yang dirasakan orang tua adalah kecemasan. Suatu hal yang normal, bahkan
adaptif untuk sedikit cemas mengenai aspek-aspek kehidupan tersebut. Kecemasan
merupakan suatu respons yang tepat terhadap
ancaman, tetapi kecemasan dapat menjadi abnormal
bila tingkatannya tidak sesuai dengan proporsi ancaman (Nevid, et al., 2005).
TANDA DAN GEJALA KECEMASAN
Tanda dan gejala kecemasan yang
ditunjukkan atau dikemukakan oleh seseorang bervariasi, tergantung dari
beratnya atau tingkatan yang dirasakan oleh idividu tersebut (Hawari, 2004).
Keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang saat mengalami kecemasan secara
umum menurut Hawari (2004), antara lain adalah sebagai berikut:
1. Gejala psikologis :
pernyataan cemas/ khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah
tersinggung, merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
2. Gangguan pola tidur,
mimpi-mimpi yang menegangkan.
3. Gangguan konsentrasi dan
daya ingat.
4. Gejala somatic : rasa sakit
pada otot dan tulang, berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, sakit
kepala, gangguan perkemihan, tangan terasa dingin dan lembab, dan lain
sebagainya.
Menurut
Stuart (2001) pada orang yang cemas akan muncul beberapa respon yang meliputi :
1.
Respon fisiologis
a.
Kardiovasklar : palpitasi, tekanan darah meningkat, tekanan darah menurun,
denyut nadi menurun.
b.
Pernafasan : nafas cepat dan pendek, nafas dangkal dan terengah-engah
c.
Gastrointestinal : nafsu makan menurun, tidak nyaman pada perut, mual dan
diare.
d.
Neuromuskular : tremor, gugup, gelisah, insomnia dan pusing.
e.
Traktus urinarius : sering berkemih.
f.
Kulit : keringat dingin, gatal, wajah kemerahan.
2. Respon perilaku
Respon
perilaku yang muncul adalah gelisah, tremor, ketegangan fisik, reaksi terkejut,
gugup, bicara cepat, menghindar, kurang kooordinasi, menarik diri dari hubungan
interpersonal dan melarikan diri dari masalah.
3. Respon kognitif
Respon
kognitif yang muncul adalah perhatian terganggu, pelupa, salah dalam memberikan
penilaian, hambatan berfikir, kesadaran diri meningkat, tidak mampu
berkonsentrasi, tidak mampu mengambil keputusan, menurunnya lapangan persepsi
dan kreatifitas, bingung, takut, kehilangan kontrol, takut pada gambaran visual
dan takut cedera atau kematian.
4. Respon afektif
Respon afektif yang
sering muncul adalah mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, ketakutan, waspada,
gugup, mati rasa, rasa bersalah dan malu.
TINGKAT KECEMASAN
1. Cemas Ringan
Cemas ringan merupakan cemas yang normal yang berhubungan
dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi
waspada dan meningkatkan lahan persepsinya, seperti melihat, mendengar dan
gerakan menggenggam lebih kuat. Kecemasan tingkat ini dapat memotivasi belajar
dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
2. Cemas Sedang
Cemas sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan
pada hal yang penting dan mengesampingkan hal yang lain, sehingga seseorang
mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih
terarah. Kecemasan ini mempersempit lapang presepsi individu, seperti
penglihatan, pendengaran, dan gerakan menggenggam berkurang.
3. Cemas Berat
Cemas
berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk
memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berpikir
tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu
tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area
lain.
4.
Panik
Panik berhubungan
dengan terperangah, ketakutan dan teror. Rincian terpecah dari proporsinya.
Individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan
pengarahan hal itu dikarenakan individu tersebut mengalami kehilangan kendali,
terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan
dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang
rasional. Panik melibatkan disorganisasi kepribadian. Individu yang mengalami
panik juga tidak dapat berkomunikasi secara efektif. Tingkat kecemasan ini
tidak sejalan dengan kehidupan, dan jika berlangsung terus menerus dalam waktu
yang lama, dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian.
Menurut Hawari (2004), tingkat
kecemasan dapat diukur dengan menggunakan alat ukur (instrumen) yang dikenal
dengan nama Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A), yang terdiri dari 14
kelompok gejala, antara lain adalah sebagai berikut :
1.
Perasaan cemas : cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri dan mudah
tersinggung.
2.
Ketegangan : merasa tegang, lesu, tidak dapat beristirahat dengan tenang, mudah
terkejut, mudah menangis, gemetar dan gelisah.
3.
Ketakutan : pada gelap, pada orang asing, ditinggal sendiri, pada binatang
besar, pada keramaian lalu lintas dan pada kerumunan orang banyak.
4.
Gangguan tidur : sukar untuk tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak
nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi, mimpi buruk dan mimpi yang
menakutkan.
5.
Gangguan kecerdasan : sukar berkonsentrasi, daya ingat menurun dan daya ingat
buruk.
6.
Perasaan depresi (murung) : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobi,
sedih, terbangun pada saat dini hari dan perasaan berubah-ubah sepanjang hari.
7.
Gejala somatik/ fisik (otot) : sakit dan nyeri di otot, kaku, kedutan otot,
gigi gemerutuk dan suara tidak stabil.
8.
Gejala somatik/ fisik (sensorik) : tinnitus (telinga berdenging), penglihatan
kabur, muka merah atau pucat, merasa lemas dan perasaan ditusuk-tusuk.
9.
Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) : takikardi (denyut jantung
cepat), berdebar-debar, nyeri di dada, denyut nadi mengeras, rasa lesu/ lemas
seperti mau pingsan dan detak jantung menghilang/ berhenti sekejap.
10.
Gejala respiratori (pernafasan) : rasa tertekan atau sepit di dada, rasa
tercekik, sering menarik nafas dan nafas pendek/ sesak.
11.
Gejala gastrointestinal (pencernaan) : sulit menelan, perut melilit, gangguan
pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan terbakar di perut, rasa
penuh atau kembung, mual, muntah, BAB konsistensinya lembek, sukar BAB
(konstipasi) dan kehilangan berat badan.
12.
Gejala urogenital (perkemihan dan kelamin) : sering buang air kecil, tidak
dapat menahan BAK, tidak datang bulan (tidak dapat haid), darah haid
berlebihan, darah haid sangat sedikit, masa haid berkepanjangan, masa
haid
sangat pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, menjadi dingin (frigid,
ejakulasi dini, ereksi melemah, ereksi hilang dan impotensi.
13.
Gejala autonom : mulut kering, muka merah, mudah berkeringat, kepala pusing
kepala terasa berat, kepala terasa sakit dan bulu-bulu berdiri.
14.
Tingkah laku/ sikap : gelisah, tidak tenang, jari gemetar, kening/ dahi
berkerut, wajah tegang, otot tegang/ mengeras, nafas pendek dan cepar serta
wajah merah.
Masing-masing kelompok gejala
diberi peilaian angka (score) antara 0-4, dengan penilaian sebagai berikut :
Nilai
0 = tidak ada gejala (keluhan)
Nilai
1 =gejala ringan
Nilai
2 = gejala sedang
Nilai
3 = gejala berat
Nilai 4 = gejala berat sekali/ panic
RENTANG
RESPON KECEMASAN
Menurut
Stuart (2001), rentang respon induvidu terhadap cemas berfluktuasi antara
respon adaptif dan maladaptif. Rentang respon yang paling adaptif adalah
antisipasi dimana individu siap siaga untuk beradaptasi dengan cemas yang
mungkin muncul. Sedangkan rentang yang paling maladaptif adalah panik dimana
individu sudah tidak mampu lagi berespon terhadap cemas yang dihadapi sehingga
mengalami ganguan fisik dan psikososial.
Faktor Predisposisi
Penyebab
kecemasan dapat dipahami melalui beberapa teori seperti yang dikemukakan oleh
Laraia dan Stuart (1998).
1. Teori Psikoanalitik
Pandangan
psikoanalitik menyatakan kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara
dua elemen kepribadian, yaitu id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan
impuls primitif seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati nurani
seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego berfungsi
menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan, dan fungsi kecemasan
adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
2. Teori Interpersonal
Menurut
pandangan interpersonal, kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap tidak
adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga berhubungan
dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan
kelemahan spesifik. Individu dengan harga diri rendah mudah mengalami
perkembangan kecemasan yang berat.
Kecemasan
yang berhubungan dengan ketakutan ini dapat terjadi pada orag tua atau dapat
juga pada anak itu sendiri yang mengalami tindakan pemasangan infus. Tindakan
pemasangan infus akan menimbulkan kecemasan
dan
ketakutan serta rasa tidak nyaman bagi anak akibat nyeri yang dirasakan saat
prosedur tersebut dilaksanakan. Keadaan tersebut dapat membuat orang tua cemas
dan takut jika prosedur invasif pemasangan infus yang dilakukan akan memberikan
efek yang membuat anak merasa semakin sakit atau nyeri (Sulistiyani, 2009).
3.
Teori Perilaku
Menurut
pandangan perilaku, kecemasan merupakan hasil dari frustasi yaitu segala
sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Faktor tersebut bekerja menghambat usaha seseorang untuk memperoleh
kepuasan dan kenyamanan.
Kecemasan
dapat terjadi pada anak yang dirawat di rumah sakit dan dipasang infus akibat
adanya hambatan untuk mencapai tujuan yang diinginkannya, seperti bermain dan
berkumpul bersama keluarganya (Supartini, 2004).
4.
Teori Keluarga
Teori keluarga menunjukkan
bahwa kecemasan merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga.
Kecemasan ini terkait dengan tugas perkembangan individu dalam keluarga. Anak
yang akan dirawat di rumah sakit merasa tugas perkembangannya dalam keluarga
akan terganggu sehingga dapat menimbulkan kecemasan.
5.
Teori Biologis
Teori
biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepin.
Reseptor ini mungkin membantu mengatur kecemasan. Penghambat asam aminobutirik-gamma
neuroregulator (GABA) juga mungkin memainkan peran utama dalam mekanisme
biologis berhubungan dengan kecemasan.
Faktor
Presipitasi
Stuart
(2001) mengatakan bahwa faktor presipitasi/ stressor pencetus dikelompokkan
dalam dua kategori, yaitu :
1.
Ancaman Terhadap Integritas Fisik
Ancaman terhadap integritas fisik seseorang meliputi
ketidakmampuan fisiologis atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas
hidup sehari-hari. Kejadian ini menyebabkan kecemasan dimana timbul akibat
kekhawatiran terhadap tindakan pemasangan infus yang mempengaruhi integritas
tubuh secara keseluruhan. Pada anak yang dirawat di rumah sakit timbul
kecemasan karena ketidakmampuan fisiologis dan menurunnya kapasitas untuk
melakukan aktivitas sehari-hari, seperti bermain, belajar bagi anak usia
sekolah, dan lain sebagainya.
2.
Ancaman terhadap Rasa Aman
Ancaman
ini terkait terhadap rasa aman yang dapat menyebabkan terjadinya kecemasan,
seperti ancaman terhadap sistem diri seseorang yang dapat membahayakan
identitas, harga diri dan fungsi sosial seseorang. Ancaman ini dapat terjadi
pada anak yang akan yang akan dilakukan tindakan pemasangan infus dan bisa juga
terjadi pada orang tua. Ancaman yang terjadi pada orang tua dapat disebabkan
karena orang tua merasa bahwa anak mereka akan menerima
pengobatan yang membuat anak bertambah sakit atau
nyeri. Orang tua cemas dan takut jika prosedur invasif pemasangan infus yang
dilakukan akan memberikan efek yang membuat anak merasa semakin sakit atau
nyeri (Sulistiyani, 2009). Sedangkan pada anak, tindakan pemasangan infus
mengakibatkan nyeri yang dirasakan anak tersebut.